Memboikot Produk Orang Kafir?
Permasalahan yang selalu menjadi pertanyaan, bolehkah kita bermuamalah dengan orang kafir? Bolehkah juga kita menggunakan produk-produk mereka? Bagaimana jika hasil keuntungan dari produk-produk mereka jelas-jelas dijadikan sumber maksiat dan menghancurkan Islam? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang harus diketahui jawabannya agar muamalah kita benar-benar bernilai pahala di sisi Allah swt.
Mungkin masih banyak yang bertanya. Apakah jika kita tidak boleh berloyal pada orang kafir, itu berarti kita tidak boleh bermuamalah dan menggunakan produk mereka? Apalagi misalkan diketahui bahwa keuntungan dari produk yang mereka jual menjadi sumber maksiat.
Ingatlah bahwa haramnya loyal (wala`) pada orang kafir, ini bukan berarti kita tidak boleh bermuamalah dengan mereka. Jadi tidaklah terlarang melakukan jual-beli barang-barang yang bernilai mubah dan memanfa'atkan keahlian mereka. Kecuali, jika kita sudah tahu bahwa keuntungan yang mereka dapat dijadikan sumber maksiat.
[Pertama]
Sebuah hadits yang dibawakan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab shahihnya pada Bab “Muamalah Nabi saw bersama orang Yahudi Khaibar.”
Yaitu dalam hadits tersebut diceritakan bahwa Nabi saw bersama Abu Bakar ra pernah memberi upah kepada salah seorang dari Bani Dil sebagai penunjuk jalan dan mengantar keduanya sampai ke Madinah (Shahih al-Bukhari, 2/790).
[Kedua]
Nabi saw biasa bermuamalah dengan orang Yahudi, bahkan ketika beliau meninggal dunia, Aisyah ra mengatakan bahwa ketika itu baju besi beliau tergadai di tempat orang Yahudi untuk membeli makanan gandum sebanyak 30 sha' (Shahih al-Bukhari, 3/1068).
Imam Syafi’i dan al-Baihaqi mengatakan bahwa orang Yahudi tersebut bernama Abus-Syahm (Fathul-Bari, 5/140).
Dari hadits ini, Ibn Hajar rahimahullah mengatakan,
وفي الحديث جواز معاملة الكفار فيما لم يتحقق تحريم عين المتعامل فيه
“Dalam hadits ini terdapat pelajaran tentang bolehnya bermua’amalah dengan orang kafir selama belum terbukti keharamannya” (Fathul-Bari, 5/141).
[Ketiga]
Sebagaimana diceritakan oleh ‘Aisyah ra pernah mengirim utusan kepada orang Yahudi untuk membeli pakaian darinya dengan pembayaran yang ditunda, tetapi orang Yahudi tersebut menolaknya (al-Jami’ as-Shahih Sunan at-Tirmidzi, 3/518).
Ketiga bukti di atas cukuplah sebagai dalil bolehnya bermuamalah dan melakukan jual beli dengan orang kafir.
Bolehkah Menggunakan Produk Orang Kafir?
Perlu diketahui, sebagaimana kaedah yang digariskan oleh para ulama bahwa hukum asal segala barang adalah halal dan boleh digunakan. Oleh karena itu, barangsiapa yang menyatakan bahwa makanan A, minuman B, pakaian C itu haram, dia harus mendatangkan dalil shahih dari Allah swt dan Rasul-Nya saw. Jika tidak ada dalil yang menunjukkan haramnya, maka barang-barang tersebut kembali ke status asalnya yaitu halal dan boleh digunakan.
Oleh karena itu, boleh bagi kita menggunakan produk orang kafir karena tidak ada dalil dalam al-Qur`an atau pun dari hadits Nabi saw yang menunjukkan terlarangnya hal ini. Bahkan ada terdapat beberapa bukti bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah menggunakan produk orang kafir dan ini menunjukkan bolehnya hal ini. Bukti tersebut di antaranya:
[Pertama]
Rasulullah saw pernah memakai baju buatan Yaman sebagaimana dalam hadits Anas Ibn Malik bahwasanya Rasulullah saw ketika sakit, beliau keluar memakai baju qithriyyah (yaitu baju bercorak dari Yaman yang terbuat dari katun) (Mukhtashar as-Syama`il halaman 49. Syaikh al-Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih). Perlu diketahui bahwa kebanyakan penduduk Yaman ketika itu adalah orang-orang kafir.
[Kedua]
Diceritakan pula bahwa Nabi saw pernah menggunakan khuf buatan Habasyah (Ethiopia) yang ketika itu adalah negeri kafir. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Buraidah:
أن النجاشي أهدى النبي صلى الله عليه و سلم خفين أسودين ساذجين فلبسهما ثم توضأ ومسح عليهما
“Raja Najasyi pernah memberi hadiah pada Nabi saw dua buah khuf yang berwarna hitam yang terlihat sederhana, kemudian beliau menggunakannya dan mengusap kedua khuf tersebut” (Mukhtashar as-Syama`il halaman 51. Syaikh al-Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih).
Siapa yang Berhak Mengharamkan?
Tidakkah sampai kepada orang-orang yang sering menyeru pemboikotan terhadap produk orang kafir, pemboikotan terhadap Coca-cola, Mc Donald, Pizza Hut, Facebook dll yaitu bukti-bukti yang menceritakan bahwa Nabi saw juga bermuamalah dengan orang kafir, bahkan menggunakan produk mereka dan menerima hadiah padahal hadiah tersebut asalnya adalah produk orang kafir[?] Tidakkah mereka melihat bukti-bukti di atas dengan mata hati bukan dengan hawa nafsu[?]
Kenapa barang-barang tersebut mesti diboikot[?] Padahal orang yang memboikot tersebut bukanlah pemerintah yang memiliki wewenang dan kekuasaan[?] Kenapa mereka mengharamkan barang-barang yang sebenarnya halal[?]
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللّهِ الَّتِيَ أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالْطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِي لِلَّذِينَ آمَنُواْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat .” Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui (QS al-A’raf [7]: 32)
Dalam ayat ini, Allah Ta’ala mengingkari siapa saja yang mengharamkan makanan, minuman, pakaian, dan semacamnya, padahal tidak Allah haramkan.
Allah Ta’ala berfirman,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu (QS. al-Baqarah [2] : 29).
Maksudnya, adalah Allah swt menciptakan segala yang ada di muka bumi ini untuk dimanfaatkan. Itu berarti diperbolehkan selama tidak dilarang oleh syari’at dan tidak mendatangkan bahaya.
Jadi, mengharamkan sesuatu haruslah berdasarkan dalil dari Allah swt dan Rasul-Nya saw. Jika tidak ada, maka kita kembali ke hukum asal setiap barang atau benda yaitu halal.
Yang Seharusnya Diboikot
Seharusnya yang diboikot adalah pemikiran orang kafir. Demokrasi, demonstrasi, sistem partai itu semua berasal dari orang kafir. Namun, produk ini malah dibela mati-matian dan dianggap halal. Sungguh aneh, tetapi itu betul nyata terjadi. Oleh karena itu, yang seharusnya dan tepat untuk ditinggalkan adalah pemikiran, aqidah dan kebiasaan (tasyabbuh) kepada orang kafir, bukan malah produknya yang ditentang mati-matian.
Jika seseorang menginginkan islam itu jaya, maka seharusnya yang dilakukan adalah kembali kepada ajaran Islam yang benar. Sebagaimana Umar Ibn al-Khattab pernah mengatakan,
إنا كنا أذل قوم فأعزنا الله بالإسلام فمهما نطلب العز بغير ما أعزنا الله به أذلنا الله
“Kami dulu adalah kaum yang paling hina maka Allah memuliakan kami dengan Islam. Selama kami mencari izzah (kemuliaan) dengan selain Islam, maka Allah akan menghinakan kami” (Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam Mustadraknya, 1/130. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targib wat-Tarhib: 2893).
Dikecualikan tentunya jika produk-produk tersebut memang diketahui dengan pasti dan dijadikan sumber maksiat seperti mendukung legalnya LGBT dll.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya ” (QS. al-Ma`idah [5] : 2).
Ayat ini menunjukkan bahwa terlarang saling tolong menolong dalam maksiat atau dosa.
Dalam hal ini sebaiknya kita memilih produk-produk dari sesama umat Islam sendiri walaupun memang fakta di lapangan harga yang ditawarkan jauh lebih mahal daripada yang ditawarkan orang-orang kafir terhadap produknya yang cenderung lebih murah dan banyak diminati mayoritas umat Islam sendiri.
Wal-'Llahu a'lam bis-shawab
Komentar
Posting Komentar