'Ibadurrahman; Rajin Shalat Malam

Selain rendah hati dan lemah lembut, 'Ibadurrahman memiliki karakter rajin shalat malam (Tahajud); mereka mampu melewati setiap waktu malamnya dengan berdiri shalat menghadap Allah swt, sebuah pertanda kedekatannya yang sangat luar biasa dengan yang Maha Pengasih (ar-Rahman).

Akhlaq 'Ibadurrahman *yang ketiga* adalah rajin shalat malam (Tahajud); mereka mampu mengendalian nafsu tidurnya sehingga selalu bisa menyempatkan waktu untuk berduaan berdialog dengan Allah swt,

وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا 

_('Ibadurrahman) adalah orang-orang yang menghabiskan waktu malam untuk beribadah kepada Rabb dengan bersujud dan berdiri (shalat)_ (QS. al-Furqan [25] : 64).

Kata “sujjada” adalah bentuk jamak dari kata “sajid” (ساجد ). Sedangkan “qiyama” (قياما), maksudnya adalah mereka (rajin) shalatul-lail (shalat malam) (Tafsir Jalalain, 365).
Syaikh ‘Abdurrahman Ibn Nashir as-Sa’di rahimahullah menjelaskan, _“Mereka banyak mengerjakan shalat malam dengan ikhlash kepada Allah dalam keadaan tunduk pada-Nya”_ (Taisir al-Karimir -Rahman, 586).

Ayat yang semisal dengan firman Allah swt di atas adalah,

كَانُوا قَلِيلا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ وَبِالأسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ 

_“Mereka sedikit tidur pada waktu malam, pada akhir malam mereka memohon ampunan kepada Allah”_ (QS. ad-Dzariyat [51] : 17-18).

Juga firman Allah swt,

تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ 

_Mereka tinggalkan tempat tidurnya untuk berdo’a kepada Rabb dengan rasa takut dan penuh harap serta mengifaqkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka_ (QS. as-Sajdah [32] : 16).

Allah swt juga berfirman,

أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ 

_Apakah orang musyrik yang lebih beruntung, ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri karena takut pada azab akhirat dan mengharapkan rahmat Rabb-nya?..._ (QS. az-Zumar [39] : 9).

Perkataan Salaf Tentang Shalat Malam

Motivasi lain agar semakin mendorong kita untuk giat shalat malam, silakan dilihat dalam perkataan para salaf berikut ini:

Mu’adz Ibn Jabal ra berkata, 

“Shalat hamba di tengah malam akan menghapuskan dosa.” Lalu beliau membacakan firman Allah swt,

تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ 

“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, …” (Musnad Imam Ahmad dalam al-Fathur-Rabbani 18/231. Bab “تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ “)

‘Amr Ibn al-‘Ash ra berkata, 

“Satu raka’at shalat malam itu lebih baik dari sepuluh raka'at shalat di siang hari” (Disebutkan oleh Ibn Rajab dalam Latha`if Ma’arif 42 dan as-Safarini dalam Ghadza`ul-Albab 2/498)/

Ibn ‘Abbas ra berkata, “Siapa yang shalat malam sebanyak dua raka’at maka ia dianggap telah bermalam karena Allah Ta’ala dengan sujud dan berdiri” (Disebutkan oleh an-Nawawi dalam at-Tibyan 95).

Ada yang berkata pada Hasan al-Bashri, 

“Begitu menakjubkan orang yang shalat malam sehingga wajahnya nampak begitu indah dari lainnya.” Al-Hasan berkata, “Karena mereka selalu bersendirian dengan ar-Rahman -Allah Ta’ala-. Jadinya Allah memberikan di antara cahaya-Nya pada mereka”

Hasan al-Bashri juga mengatakan, “Sesungguhnya karena sebab dosa seseorang menjadi terhalang untuk shalat malam.”

Abu Sulaiman ad-Darini berkata, “Orang yang rajin shalat malam di waktu malam, mereka akan merasakan kenikmatan lebih dari orang yang begitu girang dengan hiburan yang mereka nikmati. Seandainya bukan karena nikmatnya waktu malam tersebut, aku tidak senang hidup lama di dunia” (Latha`if 47 dan Ghadza`ul-Albab 2/504).

Imam Ahmad berkata, “Tidak ada shalat yang lebih utama dari shalat lima waktu (shalat maktubah) selain shalat malam” (Al-Mughni 2/135 dan Hasyiyah Ibn Qasim 2/219) 

Tsabit al-Banani berkata, 

“Saya merasakan kesulitan untuk shalat malam selama 20 tahun dan saya akhirnya menikmatinya 20 tahun setelah itu” (Latha`if al-Ma’arif 46). 

Jadi total beliau membiasakan shalat malam selama 40 tahun. Ini berarti shalat malam itu butuh usaha, kerja keras dan kesabaran agar seseorang terbiasa mengerjakannya.

Ada yang berkata kepada Ibn Mas’ud, 

“Kami tidaklah sanggup mengerjakan shalat malam.” Beliau lantas menjawab, “Yang membuat kalian sulit karena dosa yang kalian perbuat” (Ghadza`ul-Albab, 2/504).

Luqman berkata pada anaknya, 

“Wahai anakku, jangan sampai suara ayam berkokok mengalahkan kalian. Suara ayam tersebut sebenarnya ingin menyeru kalian untuk bangun di waktu sahur, namun sayangnya kalian lebih senang terlelap tidur” (Al-Jami’ li `Ahkamil-Qur’an 1726).

Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata, 

“Baiknya batin sebenarnya akan menampakkan baiknya lahiriyah walaupun seseorang tidak memiliki tampan yang elok. Sebenarnya, seseorang akan semakin elok karena semakin baiknya batin yang ia miliki. Seorang mukmin akan mendapatkan keelokan tersebut tergantung pada kadar imannya. Jika yang lain melihatnya, maka pasti akan menaruh perhatian padanya. Dan siapa saja yang berinteraksi dengannya, pasti akan mencintainya dikarena keelokan yang tampak ketika memandangnya. Maka boleh jadi engkau melihat orang yang shalih dan sering berbuat baik serta memiliki akhlaq yang mulia, engkau lihat kelakuannya sungguh amat baik, padahal boleh jadi wajahnya itu hitam dan kurang menarik. Lebih-lebih jika Allah memberinya karunia (dengan wajah yang cerah) karena dia giat shalat malam. Sungguh shalat malam itu akan membuat wajah semakin cerah dan indah kala dipandang” (Raudlatul-Muhibbin, 221).

Semoga shalat malam bukan hanya jadi rutinitas tatkala di bulan Ramadlan saja. Amalan yang terbaik dan dicintai oleh Allah swt itu adalah yang terus dijaga kontinu di bulan Ramadlan dan di bulan lainnya. Sungguh keutamaan shalat malam amat luar biasa. Dapat mencerahkan dan memperindah wajah seseorang. Sebagaimana kata sebagian salaf,

مَنْ كَثُرَتْ صَلاَتُهُ بِاللَّيْلِ حَسُنَ وَجْهُهُ بِالنَّهَارِ

“Siapa yang banyak shalatnya di malam hari, wajahnya akan begitu berseri di siang hari” 

Dan masih banyak keutamaan shalat malam lainnya yang dapat dirasakan di dunia, bahkan lebih nikmatnya lagi ketika di akhirat kala berjumpa dengan ar-Rahman. Semoga kita bisa meraih sifat ‘ibadurrahman yang ketiga ini. Semoga Allah swt memudahkannya. Aamiin

Wal-'Llahul-Musta'an

Referensi:

Tafsir Jalalain, Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi, terbitan Maktabah as-Shafa, cetakan pertama, 1425 H.

Tafsir al-Qur`an al-‘Azhim, Ibn Katsir, terbitan Mu`assasah Qurthubah, cetakan pertama, 1421 H

Taisir al-Karimir-Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman Ibn Nashir as-Sa’di, terbitan Mu`assasah ar-Risalah , cetakan pertama, tahun 1423 H

Sifat Shalat Qiyamil-Lail, Syaikh Muhammad Ibn Sulaiman al-Khuzaim, Taqdim: Syaikh Shalih Ibn Fauzan al-Fauzan, terbitan Darul-Qasim

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perumpamaan Dunia dan Akhirat seperti Air Laut dan Jari

Al-Muqarrabun (Sabiqun bil-khairat)

Kisah Wanita Yang Terkena Penyakit Ayan (Epilepsi)