'Ibadurrahman; Selalu Berlindung Dari Siksa Neraka

Selain rendah hati, lemah lembut dan rajin shalat malam (Tahajud) ‘Ibadurrahman pun diinformasikan Allah swt selalu berlindung dari siksa neraka. Itulah yang mendorong 'Ibadurrahman untuk sealalu berusaha menahan dan manjauhkan diri dari amal-amal syubhat dan haram sehingga mereka terlindung dari siksa neraka. Ayat yang akan dibahas kali ini sekaligus menjadi dalil kelirunya keyakinan orang sufi yang berkeyakinan bahwa tidak dikatakan ikhlash dalam beramal jika seseorang mengharap surga dan takut dari siksa neraka.

Allah swt berfirman,

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا (65) إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا (66)

_('Ibadurrahman) adalah orang-orang yang selalu berdo'a; “Ya Rabb, jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azab itu adalah kebinasaan yang kekal”. Sesungguhnya jahannam itu tempat menetap dan tempat kediaman yang paling buruk_ (QS. al-Furqan [25] : 65-66).

Siksa yang Amat Pedih di Jahannam

Yang dimaksudkan dengan ‘gharama’ (غَرَامًا ) dalam ayat di atas adalah adzab yang kekal, demikian kata Ibn Katsir rahimahullah (Tafsir al-Qur`an al-'Azhim, 10: 321).

Ibnul-Jauzi berkata bahwa ‘gharama’ (غَرَامًا ) ada lima pendapat dalam hal ini yang pendapat-pendapat tersebut hampir sama maknanya. Gharama berarti:

1. Selamanya (دائماً ). Demikian diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri.
2. Siksa yang menyakitkan (موجِعاً ), diriwayatkan oleh ad-Dlahhak dari Ibn ‘Abbas.
3. Siksa yang melelahkan (مُلِحّاً ). Demikian dikatakan oleh Ibn as-Saib. 
4. Siksa yang membinasakan (هلاكاً ). Demikian disebutkan oleh Abu ‘Ubaidah.
5. Secara bahasa berarti siksa yang amat pedih. Demikian disebutkan oleh az-Zujaj (Zadul-Masir, 6: 102).

Jahannam Sejelek-Jelek Tempat Tinggal

Allah swt berfirman,

إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا 

_Sesungguhnya jahannam itu tempat menetap dan tempat kediaman yang buruk_

Yang dimaksud ayat ini bahwasanya jahannam adalah sejelek-jelek tempat menetap (Zadul-Masiir, 6: 102 dan Tafsir Jalalain, 365). 

Dapat kita katakan bahwa jahannam adalah sejelek-jelek tempat tinggal (Tafsir at-Thabari, 17: 496-497).

Berlindung dari Siksa Neraka

Jahannam adalah di antara nama neraka. Ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa sifat orang beriman (‘Ibadurrahman), mereka berlindung dari siksa neraka atau siksa jahannam. Dan ayat ini sekaligus bantahan pada keyakinan orang sufi yang nyatakan bahwa orang yang beramal karena ingin surga dan takut neraka adalah orang yang tidak ikhlash. Justru dari itu kita harus mengatakan dan membantahnya bahwa orang yang ikhlash adalah orang yang beramal demikian.

Syaikhul-Islam Ibn Taimiyah mengatakan,

وَطَلَبُ الْجَنَّةِ وَالِاسْتِعَاذَةِ مِنْ النَّارِ طَرِيقُ أَنْبِيَاءِ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَجَمِيعِ أَوْلِيَائِهِ السَّابِقِينَ الْمُقَرَّبِينَ وَأَصْحَابِ الْيَمِينِ

_Meminta surga dan berlindung dari siksa neraka adalah jalan hidup para Nabi Allah, utusan Allah, seluruh wali Allah, ahli surga yang terdepan (as-Sabiqun al-Muqarrabun) dan ahli surga pertengahan (Ashhabul-Yamin)_ (Majmu’ Fatawa, 10/701). 

Sebagai dalil penguat adalah berbagai dalil berikut ini.

Setelah menyebutkan berbagai kenikmatan di surga dalam surat al-Muthaffifin, Allah Ta’ala pun memerintahkan untuk berlomba-lomba meraihnya,

...وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ 

_...Untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba_ (QS. al-Muthaffifin [83] : 26).

Bagaimana mungkin dikatakan tidak ikhlash, sedangkan kita sendiri diperintahkan oleh Allah swt untuk berlomba-lomba meraih surga?!

Sifat orang-orang beriman adalah beribadah dengan penuh khauf (takut) dan raja` (harap). Allah swt berfirman,

أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا

_Orang-orang yang mereka seru itu, mencari jalan  sendiri kepada Tuhan mana di antara mereka yang lebih dekat kepada Allah. Mereka mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; Sungguh azab Tuhanmu itu sesuatu yang harus ditakuti_ (QS. al-Isra` [17] : 57).

Allah swt juga berfirman,

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191) رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ (192) رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ آَمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآَمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ (193) رَبَّنَا وَآَتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ (194) 

_Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau berbaring dan mereka memikirkan penciptaan langit serta bumi sambil berkata “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari siksa neraka. Ya Rabb kami, sesungguhnya orang yang Engkau masukkan ke dalam neraka, telah Engkau hinakan mereka, dan tidak ada seorang penolongpun bagi orang-orang yang zhalim. Ya Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar orang yang menyeru kami pada iman, yaitu “Berimanlah kamu kepada Rabb-mu”, maka kamipun beriman. Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami, hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti. Ya Rabb kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami melalui rasul-rasul-Mu. Janganlah Engkau hinakan kami pada hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak pernah menyalahi janji_ (QS. Ali Imran [3] : 191-194). Demikianlah sifat Ulul-Albab yang selalu berlindung dari siksa neraka.

Di antara yang dikatakan oleh orang sufi adalah perkataan, “Jika aku beribadah kepada Allah karena mengharap surga-Nya dan karena takut akan siksa neraka-Nya, maka aku adalah pekerja yang jelek. Tetapi aku hanya ingin beribadah karena cinta dan rindu pada-Nya.” Di antara yang mengatakan seperti ini adalah Rabi’ah al-'Adawiyah. Padahal Allah swt menceritakan mengenai 'Asiyah, istri Fir’aun yang beriman meminta kepada Allah swt rumah di surga. Allah swt berfirman,

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آَمَنُوا اِمْرَأَةَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

_Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Fir'aun, ketika ia berdo'a “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga, selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum zhalim_ (QS. at-Tahrim [66] : 11). Padahal 'Asiyah lebih utama dari Rabi’ah al-'Adawiyah, namun ia pun masih meminta kepada Allah swt surga.

Nabi Ibrahim as pun meminta surga. Sebagaimana do’a Nabi Ibrahim  -khalilullah/ kekasih Allah-,

وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ (85) وَاغْفِرْ لِأَبِي إِنَّهُ كَانَ مِنَ الضَّالِّينَ (86) وَلَا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ

_Jadikan aku orang-orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan, ampunilah ayahku, sesungguhnya ia termasuk orang yang sesat, janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan_ (QS. as-Syu’ara [26] : 85-87).

Nabi Muhammad saw pun meminta surga. 

Dari Abu Shalih, dari beberapa shahabat Nabi saw, beliau pernah bertanya kepada seseorang, “Do’a apa yang engkau baca di dalam shalat?”

أَتَشَهَّدُ وَأَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ أَمَا إِنِّى لاَ أُحْسِنُ دَنْدَنَتَكَ وَلاَ دَنْدَنَةَ مُعَاذٍ

_Aku membaca tahiyyat, lalu aku ucapkan ‘Allahumma inni as`alukal-jannah wa a’udzu bika minan-nar’ (aku memohon pada-Mu surga dan aku berlindung dari siksa neraka). Aku sendiri tidak mengetahui kalau engkau mendengungkannya begitu pula Mu’adz”, jawab orang tersebut. Kemudian Nabi saw bersabda, “Kami sendiri memohon surga (atau berlindung dari neraka)_ (Sunan Abi Dawud no. 792, Sunan Ibn Majah no. 910, dan Musnad Ahmad (3/474). Syaikh Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Lalu adakah yang berani mengatakan bahwa nabinya sendiri tidak ikhlash?

Tanggapan dari Ibn Taimiyah

Mengenai perkataan sebagian sufi,

لَمْ أَعْبُدْكَ شَوْقًا إلَى جَنَّتِكَ وَلَا خَوْفًا مِنْ نَارِكَ

“Aku tidaklah beribadah pada-Mu karena menginginkan surga-Mu dan takut pada neraka-Mu”, Syaikhul-Islam Ibn Taimiyah telah memberikan jawaban,

_Perkataan ini muncul karena sangkaannya bahwa surga sekedar nama tempat yang akan diperoleh berbagai macam nikmat. Sedangkan neraka adalah nama tempat yang mana makhluq akan mendapat siksa di dalamnya. Ini termasuk mendeskreditkan dan meremehkan yang dilakukan oleh mereka-mereka karena salah paham dengan kenikmatan surga. Kenikmatan di surga adalah segala sesuatu yang dijanjikan kepada wali-wali Allah swt dan juga termasuk kenikmatan karena melihat Allah swt. Yang terakhir ini juga termasuk kenikmatan di surga. Oleh karenanya, makhluq Allah swt yang paling mulia selalu meminta surga kepada Allah swt dan selalu berlindung dari siksa neraka_ (Majmu’ Fatawa, 10/240-241)

Melihat wajah Allah swt di akhirat kelak, itulah kenikmatan yang paling besar dan istimewa dari kenikmatan lainnya. 

Dari Shuhaib, Nabi saw bersabda,

« إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ – قَالَ – يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ فَيَقُولُونَ أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ – قَالَ – فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ ».

_Jika penduduk surga memasuki surga, Allah Ta’ala pun mengatakan pada mereka, “Apakah kalian ingin sesuatu sebagai tambahan untuk kalian?” “Bukankah engkau telah membuat wajah kami menjadi berseri, telah memasukkan kami ke dalam surga dan membebaskan kami dari siksa neraka?”, tanya penduduk surga tadi. Nabi saw bersabda, “Allah pun membuka hijab (tirai). Maka mereka tidak pernah diberi nikmat yang begitu mereka suka dibanding dengan nikmat melihat wajah Rabb mereka ‘azza wa jalla_ (Shahih Muslim no. 181).

Kalimat Simpulan

Yang namanya ikhlasj adalah seseorang beramal dengan mengharap segala apa yang ada di sisi Allah swt, yaitu mengharap surga dengan segala kenikmatannya (baik bidadari, berbagai buah, sungai di surga, rumah di surga, dsb), termasuk pula dalam hal ini adalah ingin melihat Allah swt di akhirat kelak. Begitu pula yang namanya ikhlash adalah seseorang beribadah karena takut akan siksa neraka. Inilah yang namanya ikhlash.

Jika seseorang tidak memiliki harapan untuk meraih surga dan takut akan neraka, maka semangatnya dalam beramalnya pun jadi lemah. Namun jika seseorang dalam beramal selalu ingin mengharapkan surga dan takut akan siksa neraka, maka ia pun akan semakin semangat untuk beramal dan usahanya pun akan ia maksimalkan.

Demikian bahasan sederhana mengenai tafsiran tentang akhlaq ‘Ibadurrahman *yang keempat* ini. Semoga kita mampu mengamalkannya. Pembahasan akhlaq 'Ibadurrahman yang lainnya akan dilanjutkan pada bahasan berikutnya dengan izin Allah swt, insyaAllah.

Wal-'Llahu Waliyyut-Taufiq

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perumpamaan Dunia dan Akhirat seperti Air Laut dan Jari

Al-Muqarrabun (Sabiqun bil-khairat)

Kisah Wanita Yang Terkena Penyakit Ayan (Epilepsi)