'Ibadurrahman; Tidak Menyengajakan Diri Menghadiri Acara Maksiat

Kriteria 'Ibadurrahman yang selanjutnya adalah tidak menyengajakan diri menghadiri acara maksiat; yaitu acara-acara yang diharamkan dalam Islam dan jelas-jelas terlarang. Kecuali jika mereka tidak sengaja menghadirinya, mereka akan cepat berpaling dengan santun dan menghindarinya demi menjaga kehormatan dirinya. Lalu apakah acar-acara maksiat itu?

Allah swt berfirman,

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

_Orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu, dan apabila bertemu dengan orang-orang yang mengerjakan perbuatan yang tidak berfaedah, mereka berpaling dengan santun_ (QS. al-Furqan: 72)_

Tidak Menghadiri Acara Maksiat

Mengenai maksud ayat,

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ

Ada 8 pendapat ulama yang disebutkan oleh Ibnul-Jauzi mengenai tafsiran ayat tersebut.

1. Yang dimaksud dengan az-Zur adalah shanam (berhala) milik orang musyrik. Demikian pendapat ad-Dlahhak dari Ibn ‘Abbas.

2. Yang dimaksud dengan az-Zur adalah ghinal-haram (nyanyian syahwat). Yang menafsirkan seperti ini adalah Muhammad Ibn al-Hanafiyah, dan Makhul. Diriwayatkan dari Laits dari Mujahid, ia berkata bahwa yang dimaksud adalah mereka tidak mendengarkan nyanyian syahwat yang haram.

3. Yang dimaksud az-Zur adalah syirik. Demikian dikatakan oleh ad-Dlahhak dan Abu Malik. Artinya di sini mereka tidak menghadiri perbuatan kesyirikan.

4. ‘Ikrimah berkata bahwa yang dimaksud az-Zur adalah permainan di masa jahiliyah.

5. Qatadah dan Ibn Juraij berkata bahwa yang dimaksud az-Zur adalah kedustaan.

6. ‘Ali Ibn Abi Thalhah berkata bahwa yang dimaksud az-Zur adalah persaksian palsu. Hal ini sebagaimana penafsiran yang ada di awal tulisan.

7. Yang dimaksud az-Zur adalah perayaan orang musyrik. Demikian pendapat ar-Rabi’ Ibn Anas.

8. Yang dimaksud az-Zur adalah majelis khianat. Demikian kata ‘Amr Ibn Qais (Zadul-Masir, 6/109)

Pendapat-pendapat di atas menyebutkan macam-macam perbuatan _zur_ dan tidak saling bertentangan. Sehingga tafsiran-tafsiran tersebut bisa memaknakan ayat di atas. Intinya, 'Ibadurrahman tidaklah menyengajakan diri mengahadiri acara maksiat. Maka kita dapat maknakan ayat tersebut:

1. Tidak menghadiri perbuatan syirik dan berhala orang-orang musyrik.

2. Tidak menghadiri dan tidak merayakan perayaan-perayaan non muslim, yaitu tidak menghadiri ulang tahun; baik itu sendiri atau orang lain (unniversary, milad dll) acara natal, tahun baru masehi/hijriah, valentine, imlek, cap gomeh dll.

3. Tidak menghadiri perbuatan maksiat seperti majelis yang berisi humor dusta (stand up comedy), pengkhianatan dan persaksian palsu.

4. Tidak menghadiri acara musik atau konser musik-musik negatif, terserah acara tersebut berisi nyanyian atau lagu rock, dangdut, pop dll yang pasti mengundang syahwat dan mempertontonkan aurat.

_Syaikh ‘Abdurrahman Ibn Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata, “Hamba-hamba Allah yang beriman tidaklah menghadiri az-Zur, yang dimaksud adalah perkataan dan perbuatan yang haram. Mereka benar-benar menjauhi majelis yang terdapat perkataan dan perbuatan yang haram, seperti melecehkan ayat Allah swt, debat kusir, berdebat yang batil, ghibah (menggunjing orang), namimah (mengadu domba), mencela, menuduh dusta, mempermainkan ayat Allah swt, mendengarkan nyanyian haram, meminum khamr, judi, bertelekan di permadani sutra, di tempat yang terdapat gambar makhluk bernyawa dan selainnya. Jika mereka tidak menghadiri perbuatan-perbuatan haram tadi, tentu saja mereka tidak mengatakan atau melakukannya_ (Taisir al-Karimir-Rahman, 587).

Jika Bertemu dengan yang Berbuat Sia-sia (Lagha)

Ayat selanjutnya menyebutkan,

وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

Yang dimaksud dengan laghwu ada lima pendapat:

1. Perbuatan maksiat, demikian kata al-Hasan.

2. Perbuatan menyakiti orang-orang musyrik, demikian kata Mujahid.

3. Perbuatan bathil (tidak ada faedah), demikian kata Qatadah.

4. Syirik, demikian kata ad-Dlahhak.

5. Jika mengingat nikah dan perbuatan menggembirakan, demikian kata Mujahid dan Muhammad Ibn ‘Ali.

Ketika mereka melewati orang-orang yang berbuat maksiat, berbuat syirik atau yang perbuatan yang tidak berfaedah, maka balasan mereka,

مَرُّوا كِرَاماً

Yang dimaksud dengan ayat ini ada 3 pendapat:

1. Berjalan dengan penuh lemah lembut, demikian kata Ibn as-Saib.

2. Mereka berpaling dengan santun, demikian kata Maqatil.

3. Jika mereka orang-orang yang melakukan hal yang tidak berfaedah, mereka melampauinya. Demikian kata al-Fara`.

Ringkasnya, maksud ayat di atas bahwasanya 'Ibadurrahman tidaklah bermaksud dan menyengajakan diri menghadiri dan tidak pula mendengar perbuatan yang haram. Namun jika mereka tidak sengaja menemukan hal-hal maksiat tersebut, mereka memuliakan diri mereka dengan menjauh darinya. Demikian keterangan Syaikh as-Sa’di (Taisir al-Karimir-Rahman, 587). 

Dari keterangan beliau ini, 'Ibadurrahman bukanlah orang yang berniatan menghadiri perbuatan maksiat, termasuk perayaan non muslim atau majelis sia-sia yang terdapat nyanyian haram. Namun jika mereka tidak sengaja menghadirinya, mereka benar-benar menjauhinya. Semoga Allah swt memudahkan kita menjadi hamba yang benar-benar memiliki sifat demikian. Aamiin

Wal-'Lahul-Musta'an

Referensi:

Zadul-Masir, Ibnul-Jauzi, terbitan al-Maktab al-Islami, cetakan ketiga, 1404 H.

Taisir al-Karimir-Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman IbnbNashir as-Sa’di, terbitan Mu`assasah ar-Risalah , cetakan pertama, tahun 1423 H.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perumpamaan Dunia dan Akhirat seperti Air Laut dan Jari

Al-Muqarrabun (Sabiqun bil-khairat)

Kisah Wanita Yang Terkena Penyakit Ayan (Epilepsi)