Ketika Para Istri Rasulullah saw Mengeluhkan Nafkah

Dalam suatu kesempatan, istri-istri nabi saw pernah mendatangi beliau dan mengeluhkan nafkah yang mereka terima. Sebagaimana ibu-ibu pada umumnya dalam berumah tangga selalu ada saja pasang surut ekonomi sehingga perasaan keluh kesah selalu diarahkan kepada kepala rumah tangga. Hal yang sama pun ternyata pernah dilakukan para istri nabi saw; akhirnya nabi saw meninggalkan mereka selama 50 hari untuk menerima wahyu dari Allah swt dan turunlah surat al-Ahzab [33] : 28-29 sebagai jawaban yang harus beliau sampaikan kepada para istrinya. 

Dalam kehidupan berumah tangga faktor ekonomi selalu menjadi persoalan. Pada umumnya semua orang yang menjalani rumah tangga pasti selalu ingin stabil dalam hal ekonomi. Namun itu mustahil karena setiap pasang selalu ada surut, setiap naik selalu ada turun, setiap banyak selalu ada sedikit. Begitulah hidup sudah menjadi sebuah ketetapan (takdir) diciptakan berpasang-pasangan. 

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Dan segala sesuatu itu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” (QS. ad-Dzariyat [51]: 59)

Ibn Katsir rahimahullah menyatakan,

جميع المخلوقات أزواج: سماء وأرض، وليل ونهار، وشمس وقمر، وبر وبحر، وضياء وظلام، وإيمان وكفر، وموت وحياة، وشقاء وسعادة، وجنة ونار، حتى الحيوانات [جن وإنس، ذكور وإناث] والنباتات

“Setiap makhluq itu berpasang-pasangan. Ada matahari dan bumi. Ada malam dan ada siang. Ada matahari dan ada rembulan. Ada daratan dan ada lautan. Ada terang dan ada gelap. Ada iman dan ada kafir. Ada kematian dan ada kehidupan. Ada kesengsaraan dan ada kebahagiaan. Ada surga dan ada neraka. Sampai pada hewan pun terdapat demikian. Ada juga jin dan ada manusia. Ada laki-laki dan ada perempuan. Ada pula berpasang-pasangan pada tanaman.”

Selama 50 hari nabi saw tinggal sendiri di ruangan dekat masjid
beralaskan tikar. Umar Ibn Khattab selalu menengok beliau saw dan bersedih melihat keadaan yang beliau lihat. Akhirnya turunlah ayat al-Qur`an dari Allah swt untuk disampaikan nabi saw kepada para istrinya, 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزْوَٰجِكَ إِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا, وَإِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الآخِرَةَ فَإِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنْكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا

Hai Nabi! Katakan kepada istri-istrimu, "Jika kamu menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, kemarilah agar kuberi mut'ah kepadamu dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Jika kamu menginginkan Allah dan Rasul-Nya serta negeri akhirat, sesungguhnya Allah menyediakan pahala besar bagi siapa saja yang berbuat baik diantaramu (QS. al-Ahzab [33] : 28-29).

Mut'ah adalah pemberian harta kepada mantan istri apabila terjadi perceraian. Besar mut'ah disesuaikan dengan kemampuan suami. 

Artinya jika para istri nabi saw mengeluhkan nafkah kepada beliau, maka nabi saw akan berikan mut'ah kemudian menceraikan mereka. Tapi jika mereka lebih memilih bersabar hidup alakadarnya dengan nabi saw, tanpa mengeluhkan nafkah kepada beliau maka Allah swt pasti memberikan jaminan bahwa mereka akan mendapatkan pahala yang besar dan surga sebagai balasannya. 

Disini terlihat jelas ketegas nabi saw kepada para istrinya berdasarkan arahan dari Allah swt. Akhirnya para istri nabi saw memohon ma'af dan bertaubat kepada Allah swt atas tindakan mereka dan lebih memilih hidup apa adanya dengan bersabar ketika dalam kondisi krisis ekonomi yang sedang menimpa mereka. 

Ini patut dijadikan teladan bagi para istri dalam kondisi menghadapi krisis ekonomi yang sedang terjadi dalam kehidupan berumah tangga. Bersabar merupakan satu-satunya pilihan agar mereka tetap mendapatkan pahala dan surga Allah swt kelak di akhirat. 

Para istri nabi saw selayaknya dijadikan teladan oleh kaum istri, 
karena mereka adalah Ummul-Mu`minin (ibundanya orang-orang beriman)„


النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ

“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka.” (QS. al-Ahzab [33]: 6)…

Mengeluh memang sifat dasar manusiawi, sekelas para istri nabi saw pun ternyata pernah mengalaminya. Apalagi kita para istri yang masih jauh tingkat keshalihahannya dibanding mereka. Semoga akhlaq mereka untuk tetap mendampingi nabi saw hidup dalam suka dan duka dapat dijadikan teladan dalam berumah tangga, terkhusus pada situasi kondisi Pandemi Covid-19 yang nampaknya masih ada dan semakin bertambah kasusnya sehingga masih menyebabkan krisis ekonomi hampir di setiap lini kehidupan berumah tangga. Aamiin

Wal-'Llahul-Musta'an

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perumpamaan Dunia dan Akhirat seperti Air Laut dan Jari

Al-Muqarrabun (Sabiqun bil-khairat)

Kisah Wanita Yang Terkena Penyakit Ayan (Epilepsi)