Orang Yang Kuat Menurut Nabi saw
Kekuatan identik dengan fisik, jasad atau otot. Namun nabi saw menyatakan tidak demikian, justru orang yang kuat menurut beliau dan itu merupakan wahyu dari Allah swt adalah mereka yang mampu mengelola kondisi batin; menahan amarah, mengendalikan emosi dan perasaan.
Dalam satu kesempatan nabi saw menjelaskan perihal kekuatan yang hakiki. Kekuatan yang dimaksud adalah kekuatan mengelola batin; menahan amarah, mengendalikan emosi dan perasaan. Kemampuan mengelola ini menentukan kualitas akhlaq sabar seseorang.
Orang-orang beriman, bertawakkal dan bertaqwa dipuji Allah swt sebagai orang-orang yang mampu mengendalikan amarah dan mudah memaafkan kesalahan orang lain,
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
(Orang-orang bertqwa itu) adalah mereka yang mampu mengendalikan amarah dan mudah memaafkan kesalahan orang lain. Allah mencintai orang-orang yang terbaik (ihsan) (QS. Ali Imran [3] : 134).
...وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ...
...Dan apabila mereka marah mereka mudah memaafkan (QS. as-Syura` [42] : 37).
Begitu juga nabi saw menjelaskan orang-orang yang kuat dalam presfektif Islam,
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
“Yang dinamakan kuat itu bukanlah orang yang pandai bergulat. Yang disebut kuat adalah orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah" (Shahih al-Bukhari, no. 6114; Shahih Muslim, no. 2609).
Para ulama menjelaskan dengan menahan amarah dan mudah memaafkan justru akan menjadikan kita mulia dalam pandangan Allah swt, Rasulullah saw bersabda;
وما زاد الله عبدا بعفو إلا عِزا،
Tidaklah seseorang mudah mema'afkan kecuali Allah akan mejadikannya mulia dan perkasa (Sunan at-Tirmidzi).
Rasulullah saw melarang marah karena dengannya akan berkumpul segala bentuk kejelekan,
الغَضَبُ يَجْمَعُ الشَّرَّ كُلَّهُ
Marah itu akan menghimpun seluruh kejelakan (Musnad Ahmad).
Imam al-Bukhari bahkan memberikan terjemah komentar al-hadzr 'indal-gladab; waspada terhadap penyebab marah. Adapun imam at-Tirmidzi memberikan komentar dengan katsratul-gladab; banyak marah yang berdampak atau berakibat pada hal-hal yang dilarang seperti mencaci, menghina, menuduh, memusuhi, berkata kotor/kasar, memukul, menendang, membunuh, mentalaq dll.
Ibn Hajar dalam kitabnya Fathul-bari pun menjelaskan bahwa marah dapat berakibat pada fisik seperti tidak stabilnya anggota tubuh dan tekanan darah tidak normal. Bahkan batin seperti hati, lisan dan perbuatan tidak terkontrol.
Marah yang dilarang mutlak tersebut tentu adalah marah dalam hal pergaulan manusiawi atau masalah duniawi bukan dalam masalah agama. Berbeda dengan marah dalam hal agama atau urusan akhirat, ini dibolehkan bahkan dianjurkan (terpuji). Seperti Rasulullah saw pernah marah dalam hal-hal berikut;
Agama dihina, aturan islam dilanggar, diselewengkan atau diabaikan, ekspresi khutbah, melihat gambar tidak syar'i di rumah, menegur imam shalat yang bacaannya panjang, ketika diprotes shahabat dalam pembagian rampasan perang, diprotes jama'ah ketika tidak lagi shalat tarawih di masjid, menepuk dada sambil marah ketika anak dan menantunya tidak shalat malam dll (Shahih al-Bukhari ma yajuzu minal-gladab).
Semoga kita mampu mengendalikan marah dalam masalah duniawi untuk kemudian mengarahkannya hanya dalam urusan agama atau akhirat. Aamiin
Wal-'Llahul-Musta'an
Komentar
Posting Komentar