Ujian Kesabaran Dalam Peperangan
Dalam situasi peperangan, kesabaran mutlak dimiliki. Dalam satu riwayat hadits ditemukan bahwa ketika dalam kondisi hendak perang, Rasulullah saw menjelaskan kepada para shahabat perihal kesabaran para shahabat dahulu dalam situasi peperangan, mereka sampai rela mengorbankan nyawanya demi mempertahankan dan memperjuangkan agama Islam.
Shahabat Khabbab Ibn al-Arrath dan para shahabat yang lain pernah mengadu kepada Rasulullah saw agar mereka dido'akan dan ditolong oleh Allah swt dalam peperangan yang akan meraka hadapi.
Dari Khabbab bin al-Arrath, dia berkata,
شَكَوْنَا إلى رَسولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، وهو مُتَوَسِّدٌ بُرْدَةً له في ظِلِّ الكَعْبَةِ، قُلْنَا له: أَلَا تَسْتَنْصِرُ لَنَا، أَلَا تَدْعُو اللَّهَ لَنَا؟ قالَ: كانَ الرَّجُلُ فِيمَن قَبْلَكُمْ يُحْفَرُ له في الأرْضِ، فيُجْعَلُ فِيهِ، فيُجَاءُ بالمِنْشَارِ فيُوضَعُ علَى رَأْسِهِ فيُشَقُّ باثْنَتَيْنِ، وما يَصُدُّهُ ذلكَ عن دِينِهِ، ويُمْشَطُ بأَمْشَاطِ الحَدِيدِ ما دُونَ لَحْمِهِ مِن عَظْمٍ أَوْ عَصَبٍ، وما يَصُدُّهُ ذلكَ عن دِينِهِ، واللَّهِ لَيُتِمَّنَّ هذا الأمْرَ، حتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِن صَنْعَاءَ إلى حَضْرَمَوْتَ، لا يَخَافُ إلَّا اللَّهَ، أَوِ الذِّئْبَ علَى غَنَمِهِ، ولَكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُونَ.
“Kami mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu beliau sedang berbantalkan sorbannya di bawah lindungan Kabah. Kemudian kami bertanya, ‘Apakah engkau tidak memintakan pertolongan untuk kami? Apakah engkau tidak mendoakan untuk kebaikan kami?’
Beliau bersabda, ‘Orang-orang yang sebelum kamu itu ada yang ditanam hidup-hidup, ada yang digergaji dari atas kepalanya sehingga tubuhnya terbelah dua, dan ada pula yang disisir dengan sisir besi yang mengenai daging dan tulangnya, tetapi yang demikian itu tidak menggoyahkan mereka dari agamanya.
Demi Allah, Allah pasti akan mengembangkan agama Islam hingga merata dari Shan’a sampai ke Hadlramaut, dan masing-masing dari mereka tidak takut melainkan hanya kepada Allah atau takut serigala menyerang kambingnya. Akan tetapi kamu sekalian sangat tergesa-gesa (Shahih al-Bukhari, no. 3612; Musnad Ahmad, 5:109; al-Humaidi, no. 157; Sunan Abi Dawud, no. 2649; dan Sunan an-Nasa`i, 8:204).
Sebagaimana para nabi dan Rasulullah saw telah disiksa dan diganggu oleh kaumnya begitu pula para shahabatnya merasakan penderitaan yang sama.
Abu Bakar as-Shiddiq pada suatu hari berceramah di Masjidil-Haram akhirnya dipukuli orang-orang musyrik. Di antara yang memukulinya adalah ‘Utbah Ibn Rabi’ah. Dia memukul wajah beliau dengan dua sandal hingga terluka.
‘Abdullah Ibn Mas’ud pada suatu waktu membaca al-Qur`an dengan suara yang keras dan mereka (kaum musyrik) memukulinya hingga mukanya terluka.
Adapun Mush’ab Ibn ‘Umair ra tatkala ibunya mengetahui keimanannya, dia mengeluarkan anaknya dari rumahnya. Dia adalah anak muda yang hidup dalam curahan harta, tetapi setelah itu dia tidak lagi mendapatkan apa yang bisa mengganjal perutnya dari rasa lapar, hingga kulitnya (bersisik) terkelupas karena kelaparan seperti kulit ular yang terlepas dari badannya, dan bahkan beberapa shahabatnya menandunya karena saking laparnya.
Adapun cerita tentang Bilal ra yang telah mendapatkan siksaan, yang tidak dirasakan oleh yang lainnya. Hal tersebut disebabkan ia berasal dari kalangan budak. Majikannya bernama Umayyah Ibn Khalaf mengikat tali di lehernya kemudian diberikan kepada anak-anak, dan mereka menjadikannya mainan yang ditarik di gunung-gunung Mekkah dan apabila matahari telah terik, ia mengeluarkan Bilal ra dan merebahkannya di atas padang pasir yang panas. Kemudian meletakkan batu di atas dadanya. Dalam kondisi seperti itu, Umayyah berkata, “Saya akan memperlakukanmu seperti itu terus menerus hingga kamu mati atau tidak beriman kepada Muhammad.”
Namun, Bilal ra tetap berkata, “Ahad, Ahad.” Hingga Abu Bakar ra lewat menyaksikan kejadian itu dan membebaskannya dengan menebus harganya.
Begitu juga dengan ‘Ammar Ibn Yasir ra, mereka adalah hamba sahaya dari Bani Makhzum. ‘Ammar masuk Islam bersama kedua orang tuanya. Orang-orang musyrik menggiring mereka ke padang pasir. Apabila matahari sudah panas, kemudian mereka disiksa dengan panas matahari itu. Dalam kondisi seperti itu, Nabi saw lewat, beliau berkata,
“Bersabarlah wahai keluarga Ammar dan keluarga Yasir karena bagi kalian adalah surga.” Yasir meninggal karena siksaan dan Sumayyah meninggal karena Abu Jahal menancapkan tombak di kemaluannya. Dia adalah syahid pertama dalam Islam.
Khabbab Ibn al-Arrath ra juga mendapatkan siksaan yang beraneka ragam. Mereka meletakkan Khabbab di atas batu dan meletakkan batu-batu di atas badannya hingga bagian belakangnya terluka di atas batu itu.
Pada suatu hari, Khabbab datang ke majelis Umar ra yang berkata, “Kemarilah, karena tidak ada yang lebih pantas duduk pada majelis ini, kecuali Ammar.” Khabbab memperlihatkan bekas luka siksaan pada belakang punggungnya.
Di antara orang-orang lemah yang disiksa adalah Humamah, ibunda Bilal ra, Amir Ibn Fuhairah, dan lain-lain. Sementara Abu Bakar membebaskan para budak yang disiksa itu karena Allah swt.
Dari Said Ibn Jubair ra, ia berkata, “Saya bertanya kepada Abdullah Ibn Abbas ra, ‘Apakah orang-orang musyrik telah berlebih-lebihan dalam menyiksa sahabat-sahabat Rasulullah saw supaya meninggalkan agamanya?’ Dia berkata, ‘Demi Allah, mereka menyiksa umat Islam, membuat mereka lapar dan haus, hingga mereka tidak lagi mampu berdiri karena siksaan itu, hingga mereka mengabulkan apa yang orang musyrik inginkan (secara lahiriyyah). Mereka bertanya, ‘Apakah Latta dan ‘Uzza adalah tuhan kalian, bukan Allah?’ Mereka mengiyakan dan jika ada unta yang lewat, mereka bertanya, ‘Apakah itu adalah tuhan kamu, bukan Allah?’ Mereka pun mengiyakan karena begitu beratnya beban siksaan ketika itu" (Sirah Nabawiyah karya Ibn Hisyam).
Bagi para shahabat yang terpaksa menyatakan kekafiran oleh kaum musyrikin tidak berdosa, seperti Amar Ibn Yasir. Seperti Firman Allah swt berikut,
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَٰكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar (QS. an-Nahl [16] : 106).
Orang-orang beriman dan shalih terdahulu mereka benar-benar diuji oleh Allah swt dengan berbagai macam ujian sehingga hampir putus asa, namun akhirnya mereka mampu melewatinya dengan penuh kesabaran,
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Kapankah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat (QS. al-Baqarah [2] : 214).
Semoga kita mampu meneladani akhlaq sabar para shahabat dalam menghadapi berbagai macam cobaan dan ujian yang menimpa mereka. Aamiin
Wal-'Llahul-Musta'an
Komentar
Posting Komentar