Al-Muhsinin
Selain al-Mukhbitin, al-Muqsithin dan al-Mukhlashin, ada juga gelar yang Allah swt sematkan untuk orang-orang yang sempurna pengamalannya dalam beragama, mereka disebut al-Muhsinin; yaitu orang-orang beriman yang sudah sampai level ihsan dalam beragama Islam. Dalam hidup, mereka sudah selalu merasa dalam pengawasan dan pemantauan Allah swt sehingga mereka selalu malu ketika bermaksiat dan semangat dalam melakukan berbagai keta'atan.
Derajat _Ihsan_ merupakan tingkatan tertinggi keislaman seorang hamba. Tidak semua orang bisa meraih derajat yang mulia ini. Hanya hamba-hamba Allah swt yang khusus saja yang bisa mencapai derajat mulia ini. Oleh karena itu, merupakan keutamaan tersendiri bagi hamba yang mampu meraihnya. Semoga Allah swt menjadikan kita termasuk di dalamnya.
Pelaku _ihsan_ adalah hamba pilihan dari hamba-hamba Allah swt yang shalih. Oleh karena itu, di dalam al-Qur`an disebutkan hak-hak mereka secara khusus tanpa menyebutkan hak yang lainnya.
*Makna Ihsan*
Kata _ihsan_ (berbuat baik) merupakan kebalikan dari kata al-Isa`ah (berbuat buruk), yakni perbuatan seseorang untuk melakukan perbuatan yang ma’ruf dan menahan diri dari dosa. Dia mendermakan kebaikan kepada hamba Allah swt yang lainnya baik melalui hartanya, kehormatannya, ilmunya, maupun raganya.
Adapun yang dimaksud _ihsan_ bila dinisbatkan kepada peribadahan kepada Allah swt adalah sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw dalam hadist Jibril :
قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنِ الإِحْسَانِ. قَالَ « أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ »
_Wahai Rasulullah, apakah _Ihsan_ itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu_ (Shahih Muslim 102).
Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa _ihsan_ mencakup dua macam, yakni ihsan dalam beribadah kepada Allah swt dan _ihsan_ dalam menunaikan hak sesama makhluq. _Ihsan_ dalam beribadah kepada Allah swt maknanya beribadah kepada Allah seolah-olah melihat-Nya atau merasa diawasi oleh-Nya. Sedangkan _ihsan_ dalam hak makhluq adalah dengan menunaikan hak-hak mereka.
_Ihsan_ kepada makhluq ini terbagi dua, yaitu yang wajib dan sunnah. Yang hukumnya wajib misalnya berbakti kepada orang tua dan bersikap adil dalam bermu'amalah. Sedangkan yang sunnah misalnya memberikan bantuan tenaga atau harta yang melebihi batas kadar kewajiban seseorang. Salah satu bentuk _ihsan_ yang paling utama adalah berbuat baik kepada orang yang berbuat jelek kepada kita, baik dengan ucapan atau perbuatannya.[4]
*Tingkatan Ihsan*
Syaikh Shalih Alu Syaikh hafizhahullah menmberikan penjelasan bahwa inti yang dimaksud dengan _ihsan_ adalah membaguskan amal. Batasan minimal seseorang dapat dikatakan telah melakukan _ihsan_ di dalam beribadah kepada Allah swt yaitu apabila di dalam memperbagus amalannya niatnya ikhlash yaitu semata-mata mengharap pahala-Nya dan sesuai dengan sunnah Nabi saw. Inilah kadar _ihsan_ yang wajib yang harus ditunaikan oleh setiap muslim yang akan membuat keislamannya menjadi sah. Adapun kadar _ihsan_ yang mustahab (dianjurkan) di dalam beribadah kepada Allah swt memiliki dua tingkatan, yaitu :
*Pertama*; Tingkatan Muraqabah.
Yakni seseorang yang beramal senantiasa merasa diawasi dan diperhatikan oleh Allah swt dalam setiap aktivitasnya. Ini berdasarkan sabda Nabi saw,
فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
_(jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu)_
Tingkatan muraqabah yaitu apabila seseorang tidak mampu memperhatikan sifat-sifat Allah swt, dia yakin bahwa Allah swt melihatnya. Tingkatan inilah yang dimiliki oleh kebanyakan orang. Apabila seseorang mengerjakan shalat, dia merasa Allah swt memperhatikan apa yang dia lakukan, lalu dia memperbagus shalatnya tersebut. Hal ini sebagaimana Allah swt firmankan dalam surat Yunus,
وَمَاتَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَاتَتْلُوا مِنْهُ مِنْ قُرْءَانٍ وَلاَتَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلاَّ كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ …{61}
_Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari al-`Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya_ (QS. Yunus [10] : 61).
*Kedua*; Tingkatan Musyahadah.
Tingkatan ini lebih tinggi dari yang pertama, yaitu seseorang senantiasa memeperhatikan sifat-sifat Allah swt dan mengaitkan seluruh aktifitasnya dengan sifat-sifat tersebut. Inilah realisasi dari sabda Nabi saw,
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاه
_(‘Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya)_
Pada tingkatan ini seseorang beribadah kepada Allah swt, seakan-akan dia melihat-Nya. Perlu ditekankan bahwa yang dimaksudkan di sini bukanlah melihat dzat Allah swt, namun melihat sifat-sifat-Nya, tidak sebagaimana keyakinan orang-orang sufi. Yang mereka sangka dengan tingkatan musyahadah adalah melihat dzat Allah swt. Ini jelas merupakan kebatilan. Yang dimaksud adalah memperhatikan sifat-sifat Allah swt, yakni dengan memperhatikan pengaruh sifat-sifat Allah swt bagi makhluq. Apabila seorang hamba sudah memiliki ilmu dan keyakinan yang kuat terhadap sifat-sifat Allah swt, dia akan mengembalikan semua tanda kekuasaan Allah swt pada nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dan inilah tingkatan tertinggi dalam derajat ihsan.
*Keutamaan Ihsan*
Allah swt berfirman,
إِنَّ اللهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ {128}
_Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat ihsan (muhsinun)_ (QS. an-Nahl [16] : 128).
Dalam ayat ini Allah swt menunjukkan keutamaan seorang muhsin yang bertaqwa kepada Allah swt, yang tidak meninggalkan kewajibannya dan menjauhi segala yang haram. Kebersamaan Allah swt dalam ayat ini adalah kebersamaan yang khusus. Kebersamaan khusus yakni dalam bentuk pertolongan, dukungan, dan petunjuk jalan yang lurus sebagai tambahan dari kebersamaan Allah swt yang umum (yakni pengilmuan Allah swt).
Makna dari firman Allah وَالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ (dan orang-orang yang berbuat ihsan) adalah yang menta'ati Rabbnya, yakni dengan mengikhlashkan niat dan tujuan dalam beribadah serta melaksankanan syariat Allah swt dengan petunjuk yang telah dijelasakan oleh Rasulullah saw.
Dalam ayat lain Allah swt berfirman,
...وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ {195}
_Dan berbuat ihsan-lah, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan (muhsinin)_ (QS. al-Baqarah [2] :195).
Ketika menafsirkan ayat ini Syaikh as-Sa’di menjelaskan bahwa ihsan pada ayat ini mencakup seluruh jenis ihsan. Hal ini karena tidak ada pembatasan pada ayat ini. Maka termasuk di dalamnya ihsan dengan harta, kemuliaan, pertolongan, perbuatan memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mengajarkan ilmu yang bermanfa'at, dan perbuatan ihsan lain yang diperintahkan oleh Allah swt.
Termasuk di dalamnya juga adalah ihsan dalam beribadah kepada Allah swt. Hal ini sebagaimnan sabda Nabi saw _‘Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu_.
Siapa yang memiliki sifat ihsan tersebut, maka dia tergolong orang-orang yang Allah swt terangkan dalam firman-Nya
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ
_Bagi orang-orang yang berbuat ihsan, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (melihat wajah Allah ta’ala)_ (QS. Yunus [10] : 26).
Allah swt akan bersamanya, memberinya petunjuk, membimbingnya, serta menolongnya dalam setiap urusannya.[7].
Allah swt juga berfirman,
وَإِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ اْلأَخِرَةَ فَإِنَّ اللهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا {29}
_Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridlaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat ihsan (muhsinat) diantaramu pahala yang besar_ (QS. al-Ahzab: 29).
*Penerapan Makna Ihsan dalam Kehidupan*
Pembaca yang dirahmati Allah swt, sikap ihsan ini harus berusaha kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita berbuat amalan kata'atan, maka perbuatan itu selalu kita niatkan untuk Allah swt. Sebaliknya jika terbesit niat di hati kita untuk berbuat keburukan, maka kita tidak mengerjakannya karena sikap ihsan yang kita miliki. Seseorang yang sikap ihsannya kuat akan rajin berbuat kebaikan karena dia berusaha membuat senang Allah swt yang selalu melihatnya. Sebaliknya dia malu berbuat kejahatan karena dia selalu yakin Allah swt melihat perbuatannya. Ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, mu'amalah, dan akhlaq seorang hamba. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut. Siapa pun kita, apa pun profesi kita, di mata Allah swt tidak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik ke tingkat ihsan dalam seluruh amalannya.
Kalau kita cermati pembahasan di atas, untuk meraih derajat ihsan, sangat erat kaitannya dengan benarnya pengilmuan seseorang tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah swt serta pengamalan terhadap seluruh ajaran Islam yang sempurna (kaffah).
Semoga kita semua dapat mewujudkan ihsan dalam diri kita, sebelum Allah swt mengambil ruh ini dari jasad kita. Aamiin
Wal-'Llahul-Musta'an
Komentar
Posting Komentar