Menggabungkan Niat Puasa Rajab & Lainnya

Pertanyaan:


_Assalamualaikum ustadz minta bantuan untuk keterangan menggabungkan niat puasa Rajab dan yang lainnya_


Jawaban; 


_Wa alaikumus salam warrahmatullahi wabarakatuh_


Ada dua pembahasan dalam masalah ini,


_Pertama,_ hukum melaksanakan puasa sunnah bagi orang yang memiliki tanggungan puasa qadha.


Sebagian ulama melarang melakukan puasa sunnah hingga dia menyelesaikan qadhanya. Ini merupakan salah satu pendapat Imam Ahmad. Pendapat ini didasari kaidah bahwa amal wajib lebih penting dari pada amal sunnah, sehingga qadha ramadhan yang statusnya wajib, harus didahulukan sebelum puasa sunnah.


Sementara mayoritas ulama berpendapat, bahwa orang yang memiliki tanggungan qadha puasa ramadhan, dibolehkan melaksanakan puasa sunnah. Ini merupakan pendapat Hanafiyah, Syafiiyah, dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayat. Dan pendapat keduanya lebih mendekati kebenaran. 


_Kedua,_ sebagian ulama memberikan pengecualian untuk puasa 6 hari di bulan syawwal. Bahwa orang yang hendak puasa sunnah 6 hari di bulan syawwal, dia diharuskan menyelesaikan qadha puasa ramadhannya terlebih dahulu, agar dia bisa mendapatkan pahala seperti puasa selama setahun.


Kesimpulan ini berdasarkan hadis dari Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ


_“Siapa yang puasa ramadhan, kemudian dia ikuti dengan 6 hari puasa syawwal, maka seperti puasa setahun.”_ (HR. Muslim 1164)


Pada hadis di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan janji pahala seperti puasa setahun dengan 2 syarat: 


(1) Menyelesaikan puasa ramadhan, dan 

(2) Puasa 6 hari di bulan syawwal.


Mengingat puasa 6 hari di bulan syawwal dikaitkan dengan selesainya puasa puasa ramadhan, maka tidak mungkin seseorang menggabungkan niat puasa syaweal dengan niat puasa qadha. Sebagaimana tidak mungkin seseorang menggabungkan shalat sunnah ba’diyah dengan shalat wajib yang sedang dikerjakan.


_Ketiga,_ menggabungkan puasa sunnah selain syawwal  (puasa Rajab misalnya)  dengan qadha ramadhan


Ada dua pendapat ulama dalam kasus ini.


_Pendapat pertama,_ Tidak boleh menggabungkan niat puasa qadha dengan puasa sunnah lainnya. Sebagaimana tidak boleh menggabungkan niat ketika puasa ramadhan dengan puasa sunnah lainnya.


Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan,


فإن من عليه صيام واجب من قضاء رمضان، أو من كفارة، أو نحو ذلك، فلا يصح له أن يجمعه مع صوم التطوع بنية واحدة، لأن كلاً من الصوم الواجب وصوم التطوع عبادة مقصودة مستقلة عن الأخرى، ولا تندرج تحتها، فلا يصح أن يجمع بينهما بنية واحدة


_”Orang yang melaksanakan puasa wajib, baik qadha ramadhan, puasa kaffarah, atau puasa lainnya, tidak sah untuk digabungkan niatnya dengan puasa sunnah. Karena masing-masing, baik puasa wajib maupun puasa sunnah, keduanya adalah ibadah yang harus dikerjakan sendiri-sendiri. Dan puasa sunnah bukan turunan dari puasa wajib. Sehingga tidak boleh digabungkan niatnya.”_ (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 7273)


_Pendapat kedua_, boleh menggabungkan niat puasa sunnah dan puasa wajib, selama puasa sunnah itu tidak memiliki kaitan dengan puasa wajib.


Imam Ibn Utsaimin mengatakan,


من صام يوم عرفة ، أو يوم عاشوراء وعليه قضاء من رمضان فصيامه صحيح ، لكن لو نوى أن يصوم هذا اليوم عن قضاء رمضان حصل له الأجران : أجر يوم عرفة ، وأجر يوم عاشوراء مع أجر القضاء ، هذا بالنسبة لصوم التطوع المطلق الذي لا يرتبط برمضان


_”Orang yang melakukan puasa hari arafah, atau puasa hari asyura, dan dia punya tanggungan qadha ramadhan, maka puasanya sah. Dan jika dia meniatkan puasa pada hari itu sekaligus qadha ramadhan, maka dia mendapatkan dua pahala: (1) Pahala puasa arafah, atau pahala puasa Asyura, dan (2) Pahala puasa qadha. Ini untuk puasa sunnah mutlak, yang tidak ada hubungannya dengan ramadhan.”_ (Fatawa as-Shiyam, 438).


Dalam Fatwa Nur ’ala ad-Darbi, ketika membahas puasa qadha dan kaitannya dengan puasa sunnah, Imam Ibnu Utsaimin juga menjelaskan ,


وأما إذا أراد أن يصوم هذا الواجب حين يشرع صومه من الأيام كصيام عشرة ذي الحجة وصيام عرفة وصوم عاشوراء أداء للواجب فإننا نرجو أن يثبت له أجر الواجب والنفل لعموم قول الرسول عليه الصلاة والسلام لما سئل عن صوم يوم عرفة قال (احتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والسنة التي بعده) فأرجو أن يحقق الله له الأجرين أجر الواجب وأجر التطوع وإن كان الأفضل أن يجعل للواجب يوماً وللتطوع يوم آخر


_Ketika ada orang yang hendak puasa wajib (qadha), bertepatan dengan puasa sunnah, seperti puasa 10 hari pertama dzulhijjah, atau puasa arafah, atau puasa asyura, sekaligus puasa wajib, kami berharap dia mendapatkan pahala puasa wajib dan puasa sunnah. Berdasarkan makna umum dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau ditanya tentang puasa arafah, ’Saya berharap kepada Allah, agar puasa ini menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Karena itu, saya berharap Allah memberikan dua pahala untuknya, pahala wajib dan pahala sunnah. Meskipun yang afdhal, hendaknya puasa wajib dilakukan dalam satu hari dan puasa sunnah di hari yang lain._ (Fatawa Nur ’ala ad-Darbi, yang disebarkan dalam situs resmi beliau: http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_1969.shtml)


Hal yang sama juga difatwakan oleh Lajnah Daimah (Lembaga Fatwa Arab Saudi), ketika ditanya tentang menggabungkan niat puasa sunnah dan puasa wajib. Jawaban Lajnah,


يجوز صيام يوم عرفه عن يوم من رمضان إذا نويته قضاء ، وبالله التوفيق


_”Boleh puasa hari arafah, sekaligus untuk puasa qadha, jika dia anda meniatkannya untuk qadha. Wa billahi at-Taufiq.”_ Fatawa Lajnah Daimah, ditanda tangani oleh Imam Abdul Aziz bin Baz, (10/346).


Tarjih:


Para ulama mengupas malasah ini dalam pembahasan _Hukum Tasyrik an-Niyah_ (menggabungkan niat dua ibadah atau lebih). Amal yang bisa digabungkan niatnya adalah amal yang _ghairu maqsudan li dzatih_ (yang penting ada amal itu, apapun bentuknya).


Dalam kasus puasa arafah dan asyura, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan,


صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ


_“Puasa hari arofah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.”_ (HR. Muslim no. 1162)


Dari hadis ini bisa disimpulkan bahwa suatu kegiatan puasa bisa disebut puasa hari arafah, jika puasa itu dikerjakan pada hari arafah atau tanggal 9 Dzulhijjah. Demikian pula, suatu puasa bisa disebut puasa hari asyura, jika puasa itu dikerjakan pada hari asyura atau tanggal 10 Muharam. Artinya, apapun bentuk puasanya, jika dikerjakan pada saat itu, pelakunya mendapat pahala puasa arafah atau puasa asyura.


Berdasarkan kesimpulan ini, maka pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat yang menyatakan bolehnya menggabungkan niat puasa wajib dengan puasa sunnah, selain puasa 6 hari di bulan syawwal.


Allahu a’lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perumpamaan Dunia dan Akhirat seperti Air Laut dan Jari

Al-Muqarrabun (Sabiqun bil-khairat)

Kisah Wanita Yang Terkena Penyakit Ayan (Epilepsi)