Setelah Persib Juara (Sebuah Refleksi & Nasihat Agama)

_Kebahagiaan dirasakan oleh hampir semua warga Jawa Barat, khususnya Bandung, setelah Persib juara. Kebahagiaan yang telah lama itu nampaknya sudah mulai dan akan disambut dengan gegap gempita oleh “pesta rakyat” di seluruh penjuru kota Bandung. Semua kalangan ikut larut dalam kebahagiaan tersebut; mulai dari preman sampai ustadz; mulai dari tukang judi sampai tukang ngaji sekalipun_

Jika ada _“agama baru”_ di abad ini, maka itulah _sepakbola_, dan _Persib_ salah satunya. Universalitasnya bahkan bisa mengalahkan agama itu sendiri. Sepakbola mampu mengikat semua kalangan dari berbagai profesi dalam satu ikatan batin. Dari mulai _pejabat sampai rakyat;_ dari mulai _orang kaya sampai orang miskin_; dari mulai _preman sampai ustadz_; dan dari mulai _tukang judi sampai tukang ngaji_ sekalipun.

Sebagaimana halnya agama pada umumnya, sepakbola juga telah mendorong _“penganutnya”_ untuk mencurahkan hati, emosi, tenaga, dan biaya. Tentunya bergantung pada kadar _“keimanan”_ masing-masing individunya. Bagi yang _“keimanannya”_ tinggi, mereka ikhlas mengorbankan pekerjaan dan uangnya untuk selalu menyaksikan pertandingan sampai ke luar kota sekalipun. Pekerjaan mereka tinggalkan. Tugas tidak dipedulikan. Order dari pelanggan diacuhkan. Hanya untuk memenuhi tuntutan _“iman”_ mendukung tim kesayangan. Bahkan meski itu dengan ancaman dari sang musuh yang siap menghadiahi bobotoh dengan batu dan bogem. Tekad dari dalam hati sudah kadung diikrarkan: _“Bagimu Persib, jiwa raga kami.”_

Bagi yang _“keimanannya”_ menengah, maka mendukung Persib ditempuh dengan nonton bareng (Nobar) di tempat-tempat ramai atau sengaja menyelenggarakan kegiatan yang ramai. Meski itu di malam hari seraya ditemani cemilan hangat dan secangkir kopi ataupun teh, _“keimanan”_ pada Persib telah mendorongnya untuk meluangkan waktu demi mendukung sang pujaan kalbu.

Adapun yang _“keimanannya”_ dangkal, mereka tampak malu-malu kucing menonton pertarungan juara sang dambaan hati. Tidak dari awal sampai akhir, tetapi cukup beberapa cuplikannya saja, seraya hati yang terus berharap semoga Persib kali ini menjadi juara.

Maka ketika sang kebanggaan berhasil menjadi juara, semua bobotoh yang berbeda-beda kadar keimanannya itu pun bersatu dalam bahagia. Rasa dahaga juara pun terbayar lunas. 

Penantian selama beberapa tahun lamanya, lantis oleh gol-gol yang bersarang di gawang lawan. Semuanya bergembira. Semuanya berteriak bahagia. Ada yang sampai menangis bangga. Tidak sedikit pula yang menyambut sang juara dengan pesta. Inilah sebuah agama baru bernama _Persib_.

Fenomena seperti ini, bagi tukang ngaji tentu tidak terlalu mengherankan, meski sangat mengkhawatirkan. Sebab Allah swt sudah dari sejak jauh hari mengingatkan akan adanya _“agama-agama baru”_ yang dilandaskan pada kecintaan dan kesukaan:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِۙ وَلَوْ يَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْٓا اِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَۙ اَنَّ الْقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًاۙ وَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعَذَابِ
     
_Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zhalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)_ (QS. al-Baqarah [2] : 165).

Ayat di atas memang fokusnya ditujukan kepada orang-orang yang beribadah kepada Allah dan juga kepada selain Allah, tetapi kecintaan mereka kepada selain Allah lebih besar daripada kepada Allah. 

Akan tetapi sejatinya, melalui ayat tersebut Allah swt juga mengisyaratkan adanya manusia yang beribadah kepada Allah swt, tetapi cintanya lebih besar kepada selain Allah swt. Perilaku seperti ini disebut dengan _syirik mahabbah;_ syirik dalam hal cinta. Memang bukan berarti haram mencintai selain Allah swt. 

Halal-halal saja, asalkan patokannya: orang-orang yang beriman sangat/lebih cinta kepada Allah. Cintanya kepada anak istri, pekerjaan dan klub sepakbola pujaan tetap lebih rendah daripada cinta kepada Allah swt. Kewajiban kepada Allah swt seperti shalat lima waktu tentu tidak akan ditinggalkan hanya untuk menikmati tontonan dan hiburan yang sesaat. Orang-orang yang imannya masih sangat mencintai Allah swt tidak akan berlebihan dalam mencintai hobinya dengan meninggalkan kewajiban agamanya.

Bagi siapapun yang merenungkan sedalam-dalamnya, pasti akan berani bertanya dalam hati: 

_Kenapa kecintaan pada Persib begitu besar, padahal Persib bukan yang menciptakan bobotoh?_ 

_Persib juga bukan yang memberikan penglihatan, pendengaran, apalagi hati? Persib tidak pernah menyediakan langit dan bumi, hujan dan matahari? Apa sebenarnya yang didapatkan bobotoh ketika Persib juara? Yang dapat hadiah dan uang miliaran rupiah hanya mereka pemain dan official Persib; bobotoh yang mati-matian mendukung tidak akan pernah dapat apa-apa selain capai, suara parau, dan kantong menipis?_ 

_Mendapatkan kebahagiaan; kebahagiaan yang bagaimana? Bukankah itu hanya kebahagiaan sesaat; setelah itu tidak berbekas sama sekali? Bukan kebahagiaan abadi yang bersemayam dalam hati, yang menjadikan sang pemiliknya mantap menatap mati? Apakah ketika bobotoh sakit, Persib peduli untuk menyembuhkan mereka? Apakah ketika bobotoh hidup susah, Persib menjanjikan kemakmuran? Apakah ketika boboth sulit Persib bisa dijadikan tambatan do’a? Apakah ketika Persib menang, bobotoh mendapatkan pahala? Bukankah ketika Persib kalah, bobotoh malah ikut menderita?_

Jika dihitung untung-rugi dengan neraca perdagangan, sebenarnya bobotoh akan terus merugi mendukung Persib. Akan tetapi semua itu seringkali sengaja ditutup-tutupi sendiri oleh bobotoh dengan slogan _“cinta mensyaratkan pengorbanan”_. Meski sebenarnya cinta bobotoh itu selamanya akan bertepuk sebelah tangan. Dan sebagaimana difirmankan Allah swt di atas, pada hari akhir nanti baru penyesalan cinta yang bertepuk sebelah tangan itu akan terasa menyakitkan.

Hal yang sama tentu tidak akan dirasakan oleh orang-orang yang memeluk agama dengan sebenarnya: _Islam._ Kalaupun cinta Persib, kecintaannya cukup alakadarnya saja, tidak sampai melebihi cinta pada Allah swt. Pengorbanan untuk Persib pun alakadarnya saja, tidak mengalahkan pengorbanan untuk Allah swt. Sebab jika hendak dihitung dengan neraca perdagangan; hitungannya akan berbalik jauh dengan hitungan cinta dan pengorbanan bobotoh untuk Persib sebagaimana diuraikan di atas. 

Dan dalam hal ini Allah swt sudah mengingatkan:

۞ اِنَّ اللّٰهَ اشْتَرٰى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اَنْفُسَهُمْ وَاَمْوَالَهُمْ بِاَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَۗ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَيَقْتُلُوْنَ وَيُقْتَلُوْنَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِى التَّوْرٰىةِ وَالْاِنْجِيْلِ وَالْقُرْاٰنِۗ وَمَنْ اَوْفٰى بِعَهْدِهٖ مِنَ اللّٰهِ فَاسْتَبْشِرُوْا بِبَيْعِكُمُ الَّذِيْ بَايَعْتُمْ بِهٖۗ وَذٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ 
                                    
_Sesungguhnya Allah telah membeli (bertransaksi) dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang (berkorban) pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar_ (QS. at-Taubah [9] : 111).

Cuma masalahnya, kita lebih bergembira jual beli dengan Allah ataukah dengan Persib? Jangan sampai kecintaan kita kepada selain Allah swt (hobi) menyebabkan kita berlebih-lebihan dalam uforia dan mengabaikan kewajiban agama. Semoga kita tetap mampu dalam koridor syari'at dan tidak melampaui batas ketika tim kesayangan kita juara. 
Wal-‘Llahu ni’mal-Wakil. Nasta'in bil-'Llah wa Huwal-Musta'an

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perumpamaan Dunia dan Akhirat seperti Air Laut dan Jari

Al-Muqarrabun (Sabiqun bil-khairat)

Kisah Wanita Yang Terkena Penyakit Ayan (Epilepsi)