Tidak Semua Amalan Yang Diperlihatkan Termasuk Riya/Sum'ah, Bahkan Terkadang Mesti Diperlihatkan Untuk Dijadikan Teladan Oleh Umat

Pertanyaan;

Pa Ustadz, mohon dijelaskan, apakah setiap amalan ibadah yang diperlihatkan atau ditampakkan kepada orang lain termasuk riya/sum'ah? Karena saya banyak melihat termasuk sebagian ustadz yang masih memperlihatkan amalan ibadahnya khususnya di media sosial? Mohon pencerahannya! 089-538-xxx-xxx

Jawababan;

Faktanya memang demikian. Terhadap orang yang riya dan sum’ah siapapun tidak akan bersimpati, malah yang terjadi bersikap antipasti terhadapnya. Jadinya jauh panggang dari api. Berharap mendapatkan pujian dan simpati, yang terjadi malah mendapatkan hinaan dan caci maki. Berharap menjadi orang yang terpandang karena keshalihannya, malah menjadi terpandang karena keburukan akhlaqnya.

Riya dan sum’ah adalah penyakit akut yang dimiliki oleh orang-orang shalih. Meski menimpa juga orang-orang munafiq tetapi modelnya berbeda jauh, terlebih orang-orang munafiq sudah pasti masuk neraka. Namun jika menimpa orang-orang shalih tentunya sangat berbahaya, sebab mereka yang sudah menjadi calon penghuni surga kemudian menjadi gagal masuk surga gara-gara riya dan sum’ah. Status mereka pun menjadi seperti orang-orang munafiq.

Meski demikian jika tujuannya untuk diikuti oleh orang lain atau agar orang lain mengambil manfaat darinya, maka memperlihatkan amal itu dianjurkan, meski tetap dalam kadar yang tidak berlebihan, seperti menulis dan menyebarkan ilmu. Nabi saw sendiri, sebagaimana diriwayatkan Sahl ibn Sa’ad, pernah sengaja shalat di atas mimbar untuk posisi berdiri, ruku’, dan i’tidal. Sementara untuk posisi sujud dan duduk beliau berjalan mundur dan turun ke bawah.

Beliau lalu menjelaskan:

أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا صَنَعْتُ هَذَا لِتَأْتَمُّوا وَلِتَعَلَّمُوا صَلَاتِي

Wahai jama’ah sekalian, hanyasanya aku berbuat seperti ini agar kalian bisa mengikuti dan mempelajari shalatku (Shahih al-Bukhari bab al-khuthbah ‘alal-minbar no. 917).

Imam at-Thabari meriwayatkan beberapa atsar dari Ibn ‘Umar, Ibn Mas’ud, dan sekelompok salaf lainnya, bahwa mereka sengaja shalat tahajjud di masjid dan memperlihatkan amal-amal baik mereka agar dijadikan teladan oleh umat. Imam at-Thabari menyatakan:

فَمَنْ كَانَ إِمَامًا يُسْتَنُّ بِعَمَلِهِ عَالِمًا بِمَا لِلَّهِ عَلَيْهِ قَاهِرًا لِشَيْطَانِهِ اِسْتَوَى مَا ظَهَرَ مِنْ عَمَلِهِ وَمَا خَفِيَ لِصِحَّةِ قَصْدِهِ. وَمَنْ كَانَ بِخِلَافِ ذَلِكَ فَالْإِخْفَاءُ فِي حَقِّهِ أَفْضَلُ، وَعَلَى ذَلِكَ جَرَى عَمَل السَّلَف

“Siapa yang sudah jadi imam dimana amal shalihnya sudah dijadikan sunnah/teladan, sangat berilmu dengan kewajibannya kepada Allah, mampu mengendalikan bisikan setannya, dan sudah sama saja baginya amal yang tampak dan tersembunyi karena niatnya sudah shahih, maka menampakkan amal lebih baik. Sementara orang yang belum sampai tingkatan demikian, maka menyembunyikan amal tentu lebih utama. Dan demikianlah amal salaf.”

Terkait penjelasan Imam at-Thabari di atas, menurut al-Hafizh Ibn Hajar, ada dua hadits yang menguatkannya. 

Pertama, hadits Anas riwayat at-Thabari sendiri:

سَمِعَ النَّبِيّ ﷺ رَجُلًا يَقْرَأ وَيَرْفَع صَوْتَهُ بِالذِّكْرِ فَقَالَ إِنَّهُ أَوَّابٌ قَالَ فَإِذَا هُوَ الْمِقْدَادُ بْن الْأَسْوَدِ

Nabi saw mendengar seseorang membaca dan mengeraskan suara dzikirnya, lalu beliau bersabda: “Orang ini sangat ta’at (arti asal: selalu kembali kepada Allah).” Ternyata ia adalah al-Miqdad ibn al-Aswad (Fathul-Bari).

Kedua, hadits Abu Hurairah riwayat Ahmad dan sanadnya hasan:

قَامَ رَجُلٌ يُصَلِّي فَجَهَرَ بِالْقِرَاءَةِ فَقَالَ لَهُ النَّبِيّﷺ : لَا تُسْمِعْنِي وَأَسْمِعْ رَبَّك

Ada seseorang yang shalat dan menjaharkan bacaan shalatnya. Nabi saw bersabda kepadanya: “Jangan kamu memperdengarkan kepadaku, tetapi perdengarkanlah kepada Rabbmu.” (Fathul-Bari).

Kepada orang pertama Nabi saw turut memuji karena keshalihannya sudah teruji, sementara kepada orang kedua Nabi saw menegurnya menampakkan amal karena keshalihan niatnya belum teruji.

Jadi, tidak semua amal yang diperlihatkan/ditampakkan termasuk riya/sum'ah, jika itu dilakukan oleh orang-orang yang seharusnya dijadikan teladan seperti ustadz atau ulama, maka justru memperlihatkan amalan adalah dianjurkan, tentunya dengan niat betul-betul untuk agar dicontoh dan diikuti oleh umat/orang yang melihatnya.

Wal-'Llahu a'lam bi-shawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shafar Bukan Bulan Sial

Shalat al-Fath” Shalat Pembebasan dan Penaklukan Atas Kemenangan

Kisah Wanita Yang Terkena Penyakit Ayan (Epilepsi)